Steve McCurry: Buah dari Manipulasi


Afgan Girls, menjadi foto cover majalah National Geographic tahun 1985 (foto sebelah kiri) merupakan karya Steve McCurry dan sebenarnya 17 tahun kemudian nama Sharbat Gula diketahui setelah pencarian-melelahkan Steve untuk memotretnya kembali. Foto yang diambil di pengungsian Pehswar-Pakistan tahun 1984 ini menjadi salah satu foto paling terkenal di dunia.  Foto sebelah kanan adalah foto yang menjadi favorit dari editor foto NG, namun dengan pertimbangan dari editor majalah, maka foto yang sebelah kiri akhirnya terpilih di saat-saat terakhir sebelum naik. Di tahun yang sama pula, Steve memenangkan penghargaan bergengsi di World Press Photo di empat kategori sekaligus, first place pula. Dan Steve juga terpilih sebagai Photographer of the Year versi NPPA.
Bulan Mei 2016, nama Steve McCurry mencuat kembali di sosial media dan berbagai website terkemuka di dunia. Bukan karena karya yang luar biasa, namun karena skandal yang luar biasa. Steve McCurry dihadapkan pada kenyataan bahwa beberapa foto-foto luar biasanya adalah hasil manipulasi digital dan manipulasi adegan, istilah haramnya "nyeting".

Ini adalah foto yang menjadi sorotan awal manipulasi digital yang dilakukan oleh Steve. sumber.

Contoh manipulasi adegan atau nyeting pada saat Steve berada di India. sumber
Manipulasi yang paling mendapat sorotan adalah mata dari Afgan girl. Sebelah kiri adalah versi majalah, dan sebelah kanan adalah versi website Steve. Sumber
Jika anda membaca utuh artikel di sini, maka anda akan mengetahui berbagai cerita bagaimana Steve melakukan manipulasi. Steve pun berdalih bahwasanya dirinya merupakan visual storyteller dan tidak lagi menempatkannya sebagai seorang fotojurnalis. Apakah ini ironis? Maka, beragam ungkapan bela sungkawa terhadap Steve selama seminggu ini menghiasi timeline facebook saya. Banyak sekali yang kecewa dengan tindakan Steve yang sebenarnya dirasa tidak perlu-perlu amat melakukan. Page facebook Steve pun juga tak luput dari kekecewaan penggemarnya.



Yang menjadi hal penting adalah bagaimana fotografer sekelas Steve McCurry melakukan manipulasi digital. Satu hal, kita semua di sini tidak mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya. Saya pun hanya membaca dari berbagai artikel di website. Boleh saja kita melakukan justifikasi bahwa Steve dengan sadar melakukan manipulasi digital, namun saya bukan orang yang mempunyai kapasitas mengatakan hal itu karena saya tidak mengetahui bagaimana latar belakang Steve, apakah dia mempunyai asisten atau tidak. Fotografer sekaliber James Natchwey memiliki asisten di Vietnam. Begitu pula dengan John Stanmeyer yang mempunyai 3 asisten di Denpasar, salah satunya adalah saya. Ketika bekerja sebagai asisten ke 2 dari John, saya belajar bagaimana asisten 1, Jipi, melakukan adjusting warna atas perintah John. Pada suatu titik saya mengetahui bahwa Jipi melakukan adjusting warna karena ingatan John akan warna yang dilihat pada saat pemotretan. Tidak dilebihkan tidak dikurangkan. Oleh karena itu Jipi selalu bekerja dengan menggunakan sofware Aperture bukan photoshop, dengan menggunakan kode pixelasi yang akurat untuk semua foto serta sedikit dodging dan burning. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan foto yang sama dengan kejadian sebenarnya.

Saya tidak mengetahui apakah apa yang kami lakukan untuk John juga dilakukan oleh Steve. Yang saya tahu adalah setiap foto yang ada di majalah, sekelas NatGeo pun akan melalui proses adjusting warna, tanpa mempengaruhi realitas yang terjadi dalam sebuah foto. Namun ada beberapa teknik kloning pada foto Steve, yang nampaknya mengubah realitas yang ada. Hal inilah yang dinilai mencederai keagungan nilai-nilai jurnalisme dalam dunia fotografi jurnalistik. Dosa inilah yang menjadikan Steve bahan cercaan berbagai media online, sosial media serta kalangan profesional dan pecinta fotografi jurnalistik.

Satu hal yang tidak kita ketahui adalah apakah benar foto-foto kloning tersebut merupakan murni keinginan Steve atau ada dorongan dari asisten atau digital artist yang bekerja untuk Steve. Jawabannya ada pada ungkapan "Hanya Tuhan dan Sopir yang tahu kapan bajaj akan belok".

Terlepas dari fenomena ini, silahkan dilihat karya-karya Steve untuk Fine Art Print dan anda akan mengerti bahwa Steve itu (berubah menjadi) seorang visual story teller, sesuai dengan alasan dia "nge-les" yang diungkapkan di majalah Time beberapa waktu silam. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari fenomena ini, bukan hanya mencelanya saja. Yang tidak banyak diketahui masyarakat adalah Steve menekan shutter kamera dengan tangan kiri. Pada umur 5 tahun, Steve mengalami musibah yang menyebabkan tangan kanannya tidak berfungsi normal. Maka Steve McCurry adalah salah satu fotografer yang saya kagumi karyanya. Dulu Steve menampilkan karya-karyanya "hanya" melalui platform blog wordpress yang gratisan, stevemccury.wordpress.com yang sekarang sudah berubah menjadi stevemccury.com . Itulah salah satu alasan saya mengapa saya menggunakan wordpress sebagai blog foto. Karya-karya Steve memberikan pelajaran berharga bagi saya, setidaknya saya mengetahui bagaimana cara melihat seorang Steve, cara melakukan pemilahan warna dalam sebuah foto, penggunaan warna sekunder dan primer dalam sebuah foto, komposisi vertikal yang kuat, bagaimana menjadi visual story teller yang baik, dan masih banyak lagi yang bisa saya serap dari karya-karya Steve.

Salam silam,
Radityo Widiatmojo

Komentar